Tugu Ireng


Menengok Tugu Ireng, Tugu Penyimpanan Pusaka Sakti Mangkunegaran Surakarta di Selogiri

Jika anda dalam perjalanan dari kota Surakarta (Solo) menuju Pacitan, Ponorogo atau kota-kota lain di Jawa Timur melalui jalur selatan, anda akan melintasi sebuah t
ugu bersejarah. Masyarakat di sekitarnya menyebutnya Tugu Ireng. Ireng artinya hitam. Tugu yang berlokasi di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah itu berdiri di sisi sebelah kanan jalan kalau dari arah Solo. Tugu berukuran panjang 7 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 6 meter itu, telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

Di sekeliling tugu dipagari besi setinggi satu meteran. Pagar ini memisahkan tugu dengan aktivitas masyarakat sekitarnya. tugu itu nampak terawat dengan baik. Lokasi bersih, bebas dari sampah. Sementara sebuah plang penanda berukuran cukup besar berbunyi ‘Taman Tugu Pusaka’ terpampang di dekat tugu. Di sekitarnya terlihat banyak kios penjual makanan dan minuman.

Tugu ini dikenal cukup penting keberadaannya karena menyimpan nilai historis dan nilai budaya. Secara turun temurun kisah pusaka sakti bertuah itu hidup di masyarakat. 

Di dalam tugu yang berbentuk semacam piramida kecil itu, tersimpan senjata pusaka milik Mangkunegaran, Surakarta. Ada tiga buah senjata pusaka yang terdiri dari dua buah keris dan satu tombak. Ketiganya peninggalan Raden Mas Said (Mangkunegara I) atau yang terkenal dengan gelar Pangeran Samber Nyawa. Masing-masing senjata itu mempunyai nama sebutan. Satu keris bernama Kyai Korowelang, satunya lagi disebut Kyai Jaladara, sedangkan tombaknya diberi nama Kyai Totok. Ketiga senjata pusaka itu disimpan di bagian puncak tugu yang berbentuk semacam kotak. Kotak itu ditutup dengan semacam lempengan yang terbuat dari batu.

Ketiga pusaka itu ‘berjasa’ saat digunakan dalam peperangan melawan Belanda di wilayah Selogiri. Dikisahkan di masa itu, Belanda berupaya menguasai wilayah yang sekarang ini masuk Kabupaten Wonogiri. Masa itu Surakarta dibawah kendali Mangkunegaran. Raden Mas Said penguasa Mangkunegaran menggunakan senjata-senjata pusaka itu melawan imperialisme Belanda. Bersama rakyat Selogiri beliau berhasil mengusir pasukan Belanda.

Tugu ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Pada 1935, saat kekuasaan Mangkunegara VII, ketiga senjata pusaka itu diserahkan kepada masyarakat Selogiri. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan terima kasih atas jasa-jasa yang telah diberikan masyarakat Selogiri mengusir Belanda. Setelah menerima ketiga pusaka itu, dibangunlah sebuah bangunan berbentuk tugu, yang kemudian dikenal dengan sebutan Tugu Ireng seperti disebutkan diatas.

Menariknya setiap tahun dilakukan perawatan pusaka-pusaka itu dengan adat upacara ‘jamasan.’ Jamasan berupa pemandian pusaka-pusaka yang dianggap keramat. Upacara jamasan itu dilakukan setiap satu tahun sekali pada hari Jumat pertama di bulan Suro. 

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam prosesi jamasan lekat dengan balutan religius budaya Jawa dan sosial budaya (gotong royong). Maka tak mengherankan sejak hampir dua dekade Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri mengemas upacara jamasan itu sebagai daya tarik obyek wisata dengan maksud mendatangkan wisatawan baik domestik maupun asing.

Hingga saat ini, Tugu Ireng masih berdiri dengan kokoh menyimpan kisah heroik bagi anak, cucu dan keturunan masyarakat sekitarnya. Kisah perjuangan mempertahankan tanah air, dan rasa nasionalisme generasi yang semakin terkikis oleh perkembangan jaman. Mungkin akan sangat bermanfaat untuk diceritakan kisah-kisah perjuangan itu bagi adik-adik generasi muda kita. Selain mengenal sejarah juga memberikan inspirasi soal nasionalisme, cinta tanah air dan bangsa.

1 komentar:

SEJARAH CANDI BOROBUDUR

sesuai kajian Islam VERSI KH FAHMI BASYA. Menurut sebuah penelitian oleh Pak KH Fahmi Basya memperoleh kesimpulan bahwa kisah nabi...