Gong Si Bolong
Gong Si Bolong merupakan kesenian gamelan yang muncul di antara sebagian orang di pinggiran Depok, yaitu di kalangan warga Tanah Baru, Depok. Kesenian Gong si bolong juga merupakan paduan antara seni musik dan tari Tayub, yakni sebuah tarian yang menceritakan suasana panen dengan gerakan bernuansa silat. Konon, nama Gong Si Bolong ini dikarenakan sedemikian tuanya kesenian dan perangkat musiknya sehingga kemudian mengalami kerusakan, terutama pada gong besarnya yang sudah bolong (berlubang). Gong yang telah tua itu sendiri tidak bisa digunakan lagi, sehingga benda itu dijadikan pusaka oleh pemiliknya dan menamakan kesenian ini Gong Si Bolong. Permainan gamelan ini sendiri masih memiliki kemiripan dengan gaya permainan gamelan asli Bali, dengan ciri entakan cepat dan keras pada perkusinya. Sebagian besar warga Depok mengetahui sebuah tugu yang berada di daerah Tanah Baru, Depok. Tugu itu terletak di sebuah persimpangan jalan, sehingga tugu itu dijadikan patokan untuk menunjukan wilayah Tanah Baru. Tugu tersebut merupakan Tugu Gong Si Bolong, karena di atas tugu itu terdapat replika Gong Si Bolong.
Penemuan Gong Si Bolong
Penemuan Gong Si Bolong
Adapun seorang Jimin menemukan Gong si Bolong di tahun 1549, saat Kelurahan Tanah Baru masih berbatasan langsung dengan Kelurahan Ciganjur, Jakarta Selatan.Seorang warga yang bernama Jimin itu ialah seorang Bapak yang tinggal di dekat sungai Krukut, Tanah Baru Depok. Secara geografis, Tanah Baru saat itu masih dipenuhi hutan-hutan kecil dan rawa-rawa.Saat itu hanya sedikit masyarakat yang mendiami wilayah hutan, rawa, lahan pertanian, serta kolam-kolam ikan. Akan tetapi, untuk menjaga kelangsungan hidupnya masyarakat mengandalkan lahan pertanian. Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu hutan mulai dibuka menjadi lahan pertanian. Sawah tadah hujan, perkebunan dan kolam-kolam perikanan mulai membelah wilayah itu. Pak Jimin, mendengar adanya suara yang nyaring dan indah itu berasal dari sungai Krukut, sehingga ia mengajak tetangganya untuk menelusuri suara itu. Akhirnya, mereka menemukan seperangkat alat musik gamelan dan yang mencolok adalah Gong Si Bolong, karena ukurannya yang besar dan tampak bolong. Gong Si Bolong menjadi seperangkat gamelan yang bisa dimainkan ketika berada di tangan Bapak Tua Galung (Pak Jerah). Pak jerah melengkapinya dengan satu set gendang, dua set saron, satu set kromong, satu set kedemung, satu set kenong, terompet, bende serta gong besar.
Gong Si Bolong Masa Kini
Gong Si Bolong Masa Kini
Gong Si Bolong masa kini lebih dikenal di dalam suatu Sanggar kesenian di wilayah Tanah Baru, Depok. Derasnya arus Globalisasi membuat keberadaan Gong Si Bolong tertutup, karena tidak sebagian besar masyarakat Depok kini ingin membangkitkan keberadaannya. Komposisi alat musik yang mempermegah Gong Si Bolong adalah Gong, Gendang, Bende, Rebab, Terompet, Keromong, serta Saron. Para pemainnya berjumlah 12 anggota yang masing-masingnya memainkan alat-alat musik tersebut. Namun sekarang, kesenian Gong si Bolong sudah mulai kurang diminati oleh masyarakat Kota Depok. Undangan pentas kepada Sanggar sudah semakin kurang, bagi pengelola Sanggar itu hal ini dikarenakan generasi penerus kurang peka terhadap keberadaan Gong Si Bolong. Kelompok kesenian ini juga pernah memenangkan juara 1 dalam pagelaran kesenian Jawa Barat Travel Exchange di tahun 2008.
Kisah lain yang serupa...
Gong Si Bolong, Si Asli Depok yang Makin Terpinggirkan
Beji – Derasnya arus globalisasi yang melanda bangsa ini, membawa dampak yang besar terhadap keberadaan seni budaya lokal. Kesenian Gong si Bolong yang sudah ditetapkan sebagai kesenian asli Kota Depok oleh Dinas Pariwisata, sekarang sudah mulai ditinggalkan penggemarnya.
Pagelaran-pagelarannya sudah mulai “redup”, dan jika pemerintah daerah tidak segera turun tangan secara serius, maka bukan tidak mungkin Gong si Bolong akan tenggelam dan punah serta hanya bisa jadi legenda saja.
Depok, seperti halnya dengan kota/kabupaten lain juga memiliki alat musik tradisional dengan segala pernak-perniknya. Gong si Bolong, adalah sebuah alat musik tradisional yang berbentuk gong dan diakui sebagai alat kesenian asli Kota Depok.
Bagi penduduk Kelurahan Tanah Baru, Beji, Gong si Bolong sudah tidak asing serta dianggap bernuansa magis pada masa silam. Gong yang punya ciri lubang pada bagian tengahnya ini dan berdiameter 10 sentimeter, bila dipukul akan menghasilkan bunyi yang nyaring.
Buang Jayadi Pemimpin Sanggar Gong si Bolong saat ditemui di kediamannya menceritakan, suara dari gong ini dapat terdengar sampai ke rumahnya meski ia bersama rombongan sedang mentas di tempat yang jauh. Keunikan dan keanehan gong tua tersebut oleh masyarakat setempat diyakini memiliki kekuatan gaib serta dijadikan alat pengiring pagelaran kesenian.
Menurutnya, kesenian Gong si Bolong memadukan unsur etnik sunda dan betawi. Musik yang dimainkan kental dengan nuansa sunda sedangkan nyanyiannya menggunakan bahasa betawi. “ Dahulu, budaya sunda masih banyak dipengaruhi oleh unsur betawi” ujar kakek tiga orang cucu ini.
Lebih lanjut, alat musik Gong si Bolong terdiri dari Gong, Gendang, Bende, Rebab, Terompet, Keromong, serta Saron. Pemainnya dilakukan oleh 12 anggota. Tak hanya alunan musik, sejak tahun 1965, kesenian tersebut seringkali digabungkan untuk mengiringi pagelaran wayang kulit dan terdapat tari Tayub di bagian pertengahan musik.
“Pagelaran kesenian Gong si Bolong waktu itu, sering diundang untuk menghibur pada saat pesta hajatan khitanan, lamaran atau perkawinan” kisahnya.
Namun sekarang, kesenian Gong si Bolong sudah mulai kurang dilirik oleh masyarakat Kota Depok. Undangan pentas pun sudah jarang dilakukannya. Bahkan, Buang mengaku sangat sulit untuk mencari generasi penerus kesenian tersebut.
Buang berharap agar pemkot Depok bisa lebih serius lagi dalam memperhatikan keberlangsungan kesenian asli Depok ini, agar tidak punah tergerus oleh roda waktu dan jaman.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Seni dan Budaya, Dinas Pemuda Olah Raga Pariwisata Seni dan Budaya Pemkot Depok Nita Ita Hernita mengatakan, Pemkot Depok berupaya untuk terus melakukan langkah-langkah pembinaan terhadap kesenian Gong si Bolong tersebut.
Menurutnya, Gong si Bolong selalu diikutsertakan pada setiap ajang atau even pariwisata di Kota Depok. Selain itu, di tahun 2011 ini pemkot akan memberikan bantuan dana untuk perawatan peralatan Gong si Bolong. Mengenai besaran jumlahnya, Nita belum bisa menyebutkan. “ Yang jelas dana tersebut dirasa cukup untuk biaya perawatan alat” ujarnya, seperti dikutip portal berita resmi Pemkot Depok.
Nita berharap, agar keberadaan kesenian itu juga mendapat perhatian dari pelaku usaha yang ada di Depok. Perusahaan yang besar diharap juga ikut peduli akan kesenian rakyat Depok itu, sehingga secara bersama-sama dengan pemerintah bisa mengembangkan dan menjaga agar Gong si Bolong tidak punah.
Kisah lain yang serupa..
DEPOK, KOMPAS.com - Buang Suyadi (71) tampak duduk bersimpuh di belakang sebuah alat musik gamelan yang tertutup kain merah. Sesekali ia berpegangan pada penyangga alat musik itu.
Ia berpeci hitam dan berbaju hitam. Di pinggangnya terbelit ikat pinggang layaknya aksesoris Betawi yang biasa dipakai di baju adat Betawi.
Di dekatnya ada secangkir kopi, ditaruh di dekat kayu penyangga gong. Pandangannya tampak kosong. Wajahnya yang telah mengeriput dan berambut putih masih setia memainkan Gong Si Bolong bersama pemain-pemain gamelan lain yang juga tampak sepuh.
Ia bersama kelompoknya, Gong Si Bolong tampil di Hotel Santika Depok. Alat musik di depannya itu dikenal dengan sebutan Gong Si Bolong, alat musik kesenian legendaris khas Depok yang konon tak banyak orang tahu.
KompasTravel sempat menemukan fakta unik dari beberapa pengunjung Hotel Santika Depok, empat orang remaja dan satu orang dewasa baru mengetahui bentuk Gong Si Bolong. Empat orang remaja itu juga sama sekali tak pernah mendengar Gong Si Bolong.
Buang Jayadi selaku pewaris Gong Si Bolong mengatakan saat ini peminat kesenian Gong Si Bolong kalah bersinar dari kesenian musik modern lain. Ia juga menyebutkan pagelaran musik Gong Si Bolong terpendam oleh musik-musik organ tunggal.
"Zaman dulu mentas sampai jalan kaki ke Cilangkap, Sidamukti (Depok timur), Cibubur, Gandaria, Cipayung, Cijantung, Kelapa Dua. Pas masih muda dan bujangan di acara sunatan dan kawinan. Kalau sekarang kan sudah ada organ tunggal," kata Bujang kepada KompasTravel di Hotel Santika Depok, Sabtu (3/9/2016).
Ia mengatakan, bunyi Gong Si Bolong dikenal sangat nyaring. Menurut cerita-cerita dari orang tua pada saat Buang Jayadi muda, suara Gong si Bolong bisa terdengar hingga puluhan kilometer.
"Dulu banyak yang cerita bunyi nyaring gongnya nyaring dari Cibubur ke Kelapa Dua, Depok terdengar. Mungkin juga karena zaman dulu belum banyak kendaraan dan bangunan ya," ungkapnya.
Buang Jayadi (71) menunjukkan bagian Gong Si Bolong yang sempat diperbaiki dengan cara dipatri pada tahun 1980-an saat dibawa ke Hotel Santika Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2016). Gong Si Bolong konon ditemukan sejak abad-16.
Buang Jayadi (71) menunjukkan bagian Gong Si Bolong yang sempat diperbaiki dengan cara dipatri pada tahun 1980-an saat dibawa ke Hotel Santika Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2016). Gong Si Bolong konon ditemukan sejak abad-16.
Buang Jayadi (71) menunjukkan bagian Gong Si Bolong yang sempat diperbaiki dengan cara dipatri pada tahun 1980-an saat dibawa ke Hotel Santika Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2016). Gong Si Bolong konon ditemukan sejak abad-16.
Sejarah Gong Bolong
Gong Si Bolong merupakan alat kesenian berupa gong yang berbentuk bolong di bagian tengah. Bentuk itu, lanjut Bujang, karena usia yang sudah lama dan penggunaan.
Kesenian Gong Si Bolong terbentuk berawal dari ditemukannya seperangkat alat musik tradisional Sunda yang ditemukan oleh alim ulama asal Cianjur, Pak Jimin, pada tahun 1648 di Kampung Tanah Baru, Depok.
Berdasarkan sejarah pada abad ke-16, Kampung Tanah Baru pada saat itu sebagain besar masih berupa hutan dan rawa. Penduduknya sangat sedikit dan umumnya bekerja sebagai petani.
Buang Jayadi bercerita di kampung Tanah Baru sering kali terdengar bunyi-bunyian suara gamelan di tengah malam. Namun ketika sumber dari suara tersebut dicari tak satu pun orang yang dapat menemukannya.
Lokasi penemuannya adalah di sekitar Curug Agung di pinggir aliran sungai Krukut. Kala itu, lanjut Buang, Pak Jimin hanya sanggup membawa sebuah gong yang bolong di tempat pukulnya, gendang dan bende.
Alat musik Gong Si Bolong di Hotel Santika Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2016).(KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO)
“Saat Pak Jimin kembali lagi mengajak beberapa temannya bawa gerobak untuk mengambil sisa perangkat gamelan itu, ternyata perangkat gamelan lainnya sudah gak ada,” tutur Buang Jayadi.
“Saat Pak Jimin kembali lagi mengajak beberapa temannya bawa gerobak untuk mengambil sisa perangkat gamelan itu, ternyata perangkat gamelan lainnya sudah gak ada,” tutur Buang Jayadi.
Tongkat estafet kejayaan Gong Si Bolong dari Pak Jimin terus berlanjut. Hingga kini ke generasi terakhir pewaris Gong Si Bolong.
"Dulu pertama Sanggar Pak Jimin, lalu meninggal lanjut ke Pak Damun, Pak Anim, Pak Jerah atau dikenal dengan Pak Galung), lalu pindah ke anaknya, Saning, lanjut meninggal ke Matua Asem biasa dipanggil Nenek Asem), pindah ke Pak Iyot, pindah Pak Bagol atau Haji Bahruddin), Pak Kamsa Atmaja, dia meninggal, lalu saya diminta jadi lanjutin tanggal 30 Januari 2007," cerita Buang dengan bersemangat.
Buang Jayadi mulai mempelajari Gong Si Bolong pada tahun 1952 ketika masih duduk di bangku Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar). Hingga saat ini, Buang masih melestarikan kesenian Gong Si Bolong.
Kini, Gong Si Bolong masih mewarnai dunia kesenian di Depok. Walaupun, menurut Buang, tak banyak acara yang mau menampilkan kesenian Gong Si Bolong.
"Regenerasinya kurang. Gak banyak anak-anak yang mau belajar. Kalah sama budaya modern," ujar Buang Jayadi.
Kisah lain yang serupa
MerahPutih Budaya - Rentetan kisah mistis seputar penemuan Gong Si Bolong Depok yang diduga sudah berusia ratusan tahun, masih juga belum terpecahkan. Misalnya saja, tentang beberapa alat gambang keromong yang hilang begitu saja.
Ihwal demikian, didaraskan oleh salah seorang penerus penjaga Gong Si Bolong (salah satu alat musik yang ditemukan), Buang Jayadi yang akrab disapa Engkong.
"Selain Gong Si Bolong, gendang, dan bende. Ada juga beberapa yang hilang begitu saja. Keromong, saron, dan lain sebagainya," ucap Engkong di Sanggar Kesenian Tradisional Gong Si Bolong , Jalan Tanah Baru, Gang Empang III no. 9, Depok, Rabu (30/12).
Kakek yang memiliki 6 cucu itu pun menjelaskan kembali cerita penemuan Gong Si Bolong dengan penuh antusias, sambil sesekali tertawa kecil ketika mengimajinasikan keadaan tersebut.
"Gong Si Bolong ini kan, gong boleh mungut di pinggir kali Krukut. Ceritanya begini. Zaman dulu, persisnya saat malem ari (malam hari) Engkong Jimin (penemu gong) mendengar suara gamelan di daerah Krukut. Ditelusurin dan dicari asal suara bunyi itu. Pas dilihat, ada gamelan atau alat gamang keromong lengkap. Dan anehnya, suara itu tetap bunyi, padahal ga ada yang mainin," kata Engkong.
Meski sendiri, lanjut Engkong, beberapa alat tersebut dibawa pulang ke rumah Engkong Jimin. Tiga alat yang dibawa adalah, Gong Si Bolong, gendang, dan Bende. Agar memudahkan pengangkatan benda yang tersisa, Engkong Jimin lantas mengajak beberapa kawannya untuk membantu proses pemindahan.
"Setelah sampai di sana. Eh, barang yang sisa malah hilang begitu aja. Dicari ga dapat. Bahkan sampai sekarang, sisa barang itu masih menjadi misteri warga dan keturunan Engkong Jimin," tambahnya.
0 komentar: